Rabu, 13 Juli 2011

MAKHLUK BERHATI UNTUK BUMI

Hanyut kepada arus waktu yang saling mengalahkan
Pagi itu masih jam 9 pagi
Tapi pasukan pemuda siang telah berada pada garis terdepan
Mulai berjalan dan menghunuskan tombak ke depan
Memisahkan kata pagi, dingin dan sejuk
Tegaknya angin yang selama ini menarik kelopak mata menyentuhi pipi
Hanya bertiup seadanya
Mungkin karena sudah tua
Tapi aku lihat kemarin sore
Angin sedang bermain musik cadas di benua adidaya
Mengapa mereka kini berubah
Tak lagi seramah dahulu
Dan juga saling mengalahkan
Ketika rembulan mengisyaratkan dingin akan segera meradang
Kita telah berjalan dalam selang waktu yang menumbuhkan benih berduri
Kini benih itu tumbuh menjadi tanaman berkulit pedang
Siap menghunus kedamaian dan mengancam masa depan
Manusia hanya berdiri setengah membungkuk, menunduk dan terpuruk
Hanya tinggal menunggu waktu hingga dia tertusuk
Ketika itu,
Dedaunan hijau berhenti berfotosintesis
Mereka memilih menguning dan mati
Daripada harus bersaksi atas jutaan lembaran kertas
Yang kita goreskan pada peradaban terakhir
Karena kita tak lagi mau mengerti
Tak lagi saling peduli
Hingga palu godam ditimpakan Tuhan pada kita
Dan seketika semua unsur bumi, diam
Manusia tersentak
Semua mata terbelalak
Dan tiada lagi keangkuhan di setiap raut wajah manusia
Tanpa mencumbui waktu yang telah berjalan tidak pada porosnya
Manusia menggelar sajadah, bersujud
Menguras semua mata air air mata
Yang selama ini disembunyikan sebagai harta yang memalukan
Pada tingkatan ini
Kegilaan dari manusia semuanya menjadi kewarasan terhadap goresan luka yang menyentuh alam
Manusia berpikiran untuk kembali
Tapi sebagian dirinya lebih memilih meniti akhir dengan melupakan tragedi
Padahal semestinya kita mengasihi pada apa yang seharusnya bisa kita lindungi
Karena manusia satu-satunya makhluk yang memiliki hati

0 komentar:

Posting Komentar

prev next