Rabu, 13 Juli 2011

ide gue 4

BAGAIMANA MUNGKIN AKU MEMBENCI INDONESIA?


Tulisan ini aku buat setelah membaca dan mendengar perkataan temanku,
Yang pertama ia menulis di status fb-nya, “tulisan I Love Indonesia bagiku sangat menggelikan”.
Yang kedua, seorang temanku bilang kepada teman dari Malaysia “aku benci Indonesia” ditengah diskusi PPKn.
Lalu bagaimana aku? Begini jawabanku…
Aku akan bercerita sedikit tentang sejarah kita dimasa lalu….
Indonesia tidak akan pernah lahir bila rakyatnya di masa lalu hanyalah orang-orang “busuk”. Tapi Indonesia lahir karena adanya orang-orang busuk. Karena adanya orang-orang busuk inilah Indonesia bangkit, bersatu dan akhirnya mendeklarasikan kemerdekaannya. 350 tahun (sebenarnya angka 350 tahun itu terlalu didramatisir, karena Belanda tidak pernah menjajah selama itu) sudah kita dijajah Belanda, betapa piciknya mereka menguasai tempat-tempat perdagangan di Indonesia. Setelah berhasil menguasai perdagangan sekaligus perekonomian di wilayah yang ia kuasai mereka merasa tidak puas dan akhirnya melebarkan sayapnya dengan berusaha menguasai daerah-daerah disekitarnya. Tidak hanya itu, mereka juga menanamkan pikiran-pikiran kotor kepada rakyat Indonesia yang mau bersekutu dengan mereka, terutamanya di bidang pemerintahan yang terus dipraktekkan hingga hari ini.
Cerita diatas hanyalah satu contoh tentang buruknya Indonesia. Namun contoh diatas yang menjadi faktornya adalah negara luar. Bagaimana dengan yang berfaktor dari Indonesia sendiri.
Masih ingat PKI? PKI asal mulanya hanyalah sekelompok orang yang beraliran Marxisme, yang ingin menjadikan masyarakat Indonesia berpaham komunis. Tentu paham komunis itu tidak disetujui oleh pemerintah karena bertentangan dengan dasar negara kita, Pancasila. Sehingga saat itu PKI diadili, dibekukan dan akhirnya dibubarkan. Para pemimpin mereka banyak yang ditangkap tapi tak sedikit yang berhasil melarikan diri. Orang PKI yang berhasil lolos, mengungsi ke negara-negara komunis seperti China dan Uni Soviet (yang sekarang menjadi negara-negara kecil didaratan Eropa Timur dan Asia Barat). Mereka belajar lebih dalam tentang paham komunis juga merencanakan strategi untuk menjadikan Indonesia menjadi negara komunis. Beberapa tahun setelah kejadian diatas, para pemimpin yang berhasil melarikan diri, kembali ke Indonesia dengan nama samaran dan menggaet anggota-anggota muda yang potensial. Mereka kembali melancarkan aksi-aksinya untuk mewujudkan cita-cita mereka.
Turunnya Bung Hatta dari jabatannya membuat PKI semakin mudah menembus dunia perpolitikan tanah air. Selama ini Bung Hatta adalah benteng kokoh pelindungi Indonesia dari serangan-serangan yang berusaha meruntuhkan Indonesia. Apalagi saat itu Indonesia masih berumur muda, sehingga mudah sekali bagi idealisme asing untuk masuk ke tanah air. Alhasil, PKI berhasil duduk dipanggung politik setelah melobi Bung Karno yang Nasionalis. Setelah beberapa tahun akhirnya PKI mempunyai kekuatan yang besar yang mampu menandingi partai-partai besar lainnya. Mereka juga menyusupkan orang-orangnya ke dalam tubuh ABRI, tujuannya adalah sebagai kekuatan mereka dalam menundukkan pemerintahan dengan kekuatan fisik.
Setelah peristiwa G30S/PKI terjadi, akhirnya PKI ditumpas hingga ke akarnya oleh Soeharto yang saat itu diberi kuasa. Namun yang sangat disayangkan adalah mereka semua ditumpas tanpa pernah diadili, hingga aktivis pemberani dimasa itu, Soe Hok Gie, melakukan protes keras kepada pemerintah. Ratusan ribu PKI dan terduga PKI dibantai di Bali dan juga tempat lainnya oleh aparat. Menurut berbagai sumber dan ahli Indonesia dari luar negeri, dikatakan bahwa pembantaian PKI saat itu adalah pembantaian terbesar kedua dalam perang dunia kedua! Sejumlah keluarga dan kerabat orang PKI tidak boleh bekerja di institusi pemerintahan, sehingga banyak dari mereka yang merasa dikucilkan. Usut-usut punya usut, seperti yang aku baca di buku yang dicetak oleh pemerintah sendiri, ternyata itu adalah konspirasi dari Amerika, Australia dan juga tetangga kita Malaysia. Kenapa? Karena mereka sudah kehabisan akal untuk menaklukkan Soekarno, begitu Hatta turun namun masih ada satu lagi bentek yang harus dijatuhkan. Mereka semua bermasalah dengan Soekarno, karena pemikiran dan gaya memimpinnya yang sangat hebat. Bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa yang bisa menandingi pidato Soekarno hanyalah Hitler.
Setelah itu Presiden pertama kita yang enerjik itu digantikan oleh Presiden baru yang lebih lemah gemulai, istilah jawanya “glendam-glendem” namun sangat tegas dan sangat keras. Tegas dalam membasmi yang melawannya juga keras dalam menghukumnya. Berapa banyak aktivis tahun 60an hingga 90an yang hilang? Berapa banyak kasus pembunuhan yang tidak selesai untuk diungkap bahkan beberapa tidak diungkap?
Presiden kita yang kedua ini adalah orang yang berhasil duduk di kursi panas dunia, yaitu pemerintah terkorup kedua didunia sepanjang zaman. Ada memang kebijakan yang menguntungkan namun lebih banyak lagi yang menguntungkan dia dan kroni-kroninya. Menyebalkan. Setelah ia berkuasai selama 3 dekade, akhirnya ia jatuh juga, namun meninggalkan milyaran kasus yang entah dari mana harus mulai diselesaikan.
Masuklah kita pada era reformasi, lalu demokrasi akhirnya bisa ditegakkan. Namun kita masih perlu banyak belajar demokrasi walaupun sudah lebih dari 10 tahun kita menikmati reformasi. Buktinya demokrasi adalah hak berbicara. Itu yang ditekankan bagaimana dengan hak mendengarkan? Selalu berusaha didengarkan daripada mendengarkan. Padahal berbicara dan mendengarkan adalah dua sisi mata uang. Konflik yang timbul banyak disebabkan karena hanya minta didengar, hanya ingin berbicara, hanya menuntuk haknya untuk bicara, tapi sama sekali tidak mau mendengar. Kita ingat beberapa waktu yang lalu, Marzuki Ali menutup siding di gedung DPR yang “terhormat” tanpa meminta izin kepada anggota sidang, tanpa mau mendengar usulan anggota sidang. Sehingga akhirnya terjadi konflik pelemparan botol oleh anggota yang sudah tersulut emosinya.
Masih tentang DPR, aku tidak akan menulis tentang kampanye omong kosongnya, karena bosan. Mereka bilang mewakili rakyat, memperjuangkan hak-hak rakyat, tapi dimana memperjuangkannya? Pendidikan? Ekonomi? Kesehatan? Pangan? Hak-hak lainnya? Yang mana yang mereka perjuangkan, bagian mana dari kita yang mereka wakili. Hak yang masih diberikan hanyalah adalah hak untuk hidup, tapi untuk memiliki tempat tinggal tidak semua dari kita memiliki hak tersebut. Lucunya, mereka masih meminta milyaran rupiah untuk dana aspirasi rakyat, apa gunanya coba? Lalu beberapa hari yang lalu aku baca dikoran, mereka meminta dana tambahan lagi untuk Studi Kerja, apa juga gunanya studi kerja diluar negeri. Berbagai macam sistem politik yang diciptakan oleh luar negeri itu diciptakan oleh mereka sendiri dan disesuaikan dengan karakter masyarkatnya, lalu apa ia masyarakat kita karakternya sama dengan bangsa lain, tidak kan? Lalu apa gunanya? Mau mengadopsi? Ya sudah kirim saja satu dua orang tenaga ahli untuk meniru sistem yang dinginkan untuk ditiru. Kenapa harus anggota DPR, toh tidak semua dari mereka itu orang-orang ahli, toh yang katanya mereka ahli politik, politiknya sendiri saja lo masih morat-marit. Dan semua itu memang membuat kita sangat membenci Indonesia (sebenarnya bukan kata Indonesia yang tepat).
Itu adalah contoh dari anggota pemerintah, walaupun masih banyak catatan buruk lainnya, tapi aku yakin pasti nanti bosan bacanya. Lalu bagaimana dengan masyarakatnya?
Masihkah Bhinneka Tunggal Ika ada dalam jiwa kita? Mari kita diskusikan. Di Papua, yang warna kulitnya sama, keriting rambutnya sama, sama-sama memakai koteka juga, tapi lihatlah seberapa sering mereka berperang. Bukan karena mereka adalah masyarakat daerah tertinggal, ingat kawan, mereka itu ditinggal bukan tertinggal. (aku akan bicara sedikit tentang pendidikan) Jika disana tingkatannya SMA, ternyata masih ada yang bisa disejajarkan dengan anak SD, mereka kesulitan membaca dan berhitung, dua hal pokok untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Selain itu tenaga pengajarnya sangatlah kurang, sementara di Jawa yang melimpah ruah hingga menganggur tidak mau ditempatkan disana. Baik kita kembali ke topik awal, betapa Bhineka Tunggal Ika mulai luntur dari jiwa kita masing-masing. Yang masih satu warna kulit saja masih juga berperang, bagaimana lagi dengan yang plural.
Kita, entah mengapa sejak beberapa dekade lalu seperti masih mengasingkan orang keturunan Cina. Bahkan di jaman Soeharto, orang-orang keturunan Cina harus mengganti nama mereka agar terdengar Indonesia, lalu apa manfaatnya coba, apa kalau mereka ganti nama lalu warna kulit mereka jadi coklat, apa mata mere langsung membesar. Atau sebenarnya kita yang keturunan pribumi ini iri kepada mereka, karena rejeki mereka biasanya melimpah ruah. Aku sangat tidak suka memanggil mereka Cina, dan aku berharap kalian memanggil mereka Cina. Mereka orang Indonesia, dan itu hanya bagian dari pluralisme. Kenapa kita tidak menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Masih tentang keturunan Cina, pada tahun 90an, di salah satu kawasan Jakarta, orang keturunan China banyak yang dibantai dan juga diperkosa. Dan sekarang kita masih banyak yang memanggil mereka Cina! Boleh bila kita memanggil koh atau cici, toh itu hanya panggilan seperti halnya kita punya panggilan mas, mbak, teteh, abang, uda dll. Tapi kita kenapa masih mengotakkan mereka seperti bukan orang Indonesia saja. Soe Hok Gie, keturunan Cina asli, tapi usahanya untuk memperjuangkan suara rakyat Indonesia begitu gigihnya, nasionalismenya begitu tinggi. Saat ia ditanya apa ia tidak mau ganti nama, ia menjawab, kenapa harus ganti nama, untuk menjadi seorang Indonesia adalah hati dan idealismenya hanya ada satu yaitu Indonesia, dan bila Gie yang disebut Cina itu “dibelah” dadanya maka hanya ada satu bendera, merah putih! Mereka adalah Indonesia, hanya saja keturunannya bukan orang pribumi, lalu apa juga tidak mungkin orang yang pribumi asli tidak benar-benar cinta tanah air? Mereka adalah bagian dari Bhinneka, jadi jangan panggil mereka Cina!
Betapa seringnya kita hanya menekankan Ika daripada Bhinnekanya, jadi seolah-olah yang ada adalah Ika Tumpas Bhinneka, dimana pikiran orang-orang yang menganut visi ini sangatlah kolot, hanya mau berteman dengan satu suku, satu warna kulit, satu agama, satu daerah tinggal dan identitas-identitas lainnya yang menyempitkan pengetahuan dan juga menyempitkan kenikmatan hidup yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta.
Selain tentang pluralisme yang aku anggap juga sebagai gaya sosial masyarkat Indonesia, kita harus juga melihat bagaimana rakyat Indonesia tentang perekonomiannya. Kita sudah bermilyar-milyar kali menuntut ekonomi Pancasila, ekonomi demokrasi yang mensejahterakan rakyat. Namun apa yang masyarakat lakukan, berpangku tangan! Menunggu hujan turun untuk mengairi sawah, padahal jika mau berjalan beberapa kilometer saja sudah menemukan sumber air yang melimpah ruah. Masyarakat Indonesia menunggu bantuan dari Pemerintah untuk membukakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya, tapi hanya secuil yang berpikit untuk membuat lapangan pekerjaan, yang disalahkan bila ekonomi seret adalah pemerintah, dan pemerintah. Seharusnya lebih dulu bertindak, karena rejeki dari Allah sangatlah luas, Allah itu Maha Kaya, dan Dia tidak akan miskin untuk mengkayakan semua orang dibumi. Dalam sebuah firman-Nya menyatakan bahwa “…bertebaranlah kalian dimuka bumi”, Allah meminta kita untuk berhijrah, bepergian ketempat lain untuk mencari rejekinya. Jadi lebih baik jadi pengusaha daripada karyawan, karena selain mendapatkan materi kita juga telah membukakan lapangan kerja bagi mereka membutuh. Betapa nikmatnya bila kita mampu memberi orang lain sesuatu yang bermanfaat.
Selain itu, gaya hidup orang Indonesia (tentu ini berhubungan erat dengan ekonomi) saat ini sangatlah dipengaruhi budaya asing, dan seolah-olah kita tidak tahu jati diri kita sebenarnya. Mobil ataupun motor, semuanya buatan luar negeri. Pakaian lebih mau membeli barang impor dengan harga yang selangit, daripada membeli merk lokal yang tentu akan mensejahterakan bangsa sendiri. Makanan, entah gengsi atau memang uangnya berlebih hingga bingung menghabiskan uangnya, orang Indonesia, terutama yang kaya, lebih rela mengucurkan banyak uang untuk panganan luar negeri, tapi bila disuruh ke pasar tradisional mereka akan menawar semurah-murahnya dagangan lokal. Sudah tidak perlu ditanya kenapa banyak petani yang masih saja miskin. Di Jepang, kita lihat, mereka lebih mendahulukan barang lokal, nasionalisme mereka tinggi, di India mereka lebih menyukai menggunakan kendaraan buatan sendiri, semua itu bukan karena miskin, tapi karena mereka punya nasionalisme. Menurutku, lebih banyak barang impor yang kita beli semakin banyak mendatangkan investor asing! Lalu lapangan untuk wirausahawan kita pun mengecil rasionya. Di negeri ini, untuk jadi pengusaha, bersaing dengan teman sendiri saja sulit apalagi bersaing dengan bule-bule, yang citranya dimata rakyat kita sudah bak manusia setengah dewa. Yang tersisa bagi rakyat Indonesia nantinya adalah pekerjaan sebagai karyawan, bawahan, dan kuli. Karena bule-bule itu pasti lebih suka menggunakan tenaga ahli dari luar juga yang sudah mereka ketahui kualitasnya.
Terakhir, tentang peraturan yang sering dilanggar. Rakyat kita bukan rakyat bodoh. Tapi mengerti bahwa peraturan untuk ditaati, namun yang menjadi budaya adalah peraturan ada untuk dilanggar. Dan yang menambah parah adalah para pembuat, pelindung dan penegak aturan adalah orang-orang yang tidak begitu peduli dengan aturan. Padahal seharusnya mereka jadi contoh pertama tentang menaati aturan.
Wah, sepertinya aku terlalu panjang menjabarkannya. To the point aja ya…
Indonesia dengan sejuta kebobrokannya ternyata masih menyimpan berjuta-juta milyar keindahan, kebahagiaan, kebaikan, kenikmatan dll. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S : Ar-Rahmaan). Kita terlalu banyak mengeluhkan ini itu yang buruk-buruk, tapi sedikit ruang syukur yang kita ciptakan. Bukan karena memang masalah Indonesia itu terlalu rumit, menjengkelkan dll, tapi sebenarnya hanya karena sempitnya hati kita untuk menerima dengan lapang. Terlalu 

0 komentar:

Posting Komentar

next